Selasa, 08 November 2011

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Bentuk hubungan dagang bisa berupa jual beli barang, pengiriman dan penerimaan barang, produksi barang dan jasa berdasarkan kontrak, dan lain-lain.  Semua transaksi tersebut berpotensi melahirkan sengketa.
Sengketa-sengketa dagang umumnya diselesaikan melalui negosiasi,  jika tidak berhasil, ditempuh melalui pengadilan atau arbitrase. Penyerahan sengketa, kepada pengadilan atau arbitrase, biasanya didasarkan pada suatu perjanjian di antara para pihak, dengan klausul penyelesaian sengketa dalam perjanjian yang mereka buat.  Sebagai dasar hukum bagi badan penyelesaian sengketa yang akan menangani sengketa para pihak,  yang dicantumkan, baik pada waktu  kontrak ditandatangani atau setelah sengketa timbul.
Kelalaian menentukan forum ini akan berakibat pada kesulitan dalam penyelesaian sengketa, karena dengan adanya kekosongan pilihan forum tersebut akan menjadi alasan yang kuat  bagi setiap forum untuk menyatakan dirinya berwewenang untuk memeriksa suatu sengketa.
Dalam sistem hukum Common Law dikenal konsep long arm jurisdiction,   artinya pengadilan dapat menyatakan kewenangannya untuk menerima setiap sengketa yang dibawa ke hadapannya meskipun hubungan antara pengadilan dengan sengketa tersebut tipis sekali.  Misalnya, badan peradilan di Amerika Serikat dan Inggris selalu menerima sengketa yang diserahkan  para pihak ke hadapannya meskipun hubungan atau keterkaitan sengketa dengan badan peradilan sangatlah kecil.  Misalnya, pihak termohon memiliki usaha di Amerika Serikat atau dalam kontrak tersebut secara tegas atau diam-diam mengaku kepada salah satu Negara Bagian Amerika atau hukum Inggris.

Rabu, 02 November 2011

60 (5) c Unsur-Unsur NO. 5/97

Menimbang: Bahwa oleh karena Dakwaan Oditur disusun secara Kumulatif, Majelis Hakim terlebih dahulu akan membuktikan Dakwaan Kesatu yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
  • Unsur Kesatu: “Barangsiapa”
  • UnsurKedua: “Menerima penyerahan psikotropika”
  • UnsurKetiga: “Selain yang ditetapkandalam pasal 14 ayat (3) dan ayat (4)”
Menimbang: Bahwa mengenai Unsur Kesatu “Barangsiapa”
Yang dimaksud dengan barang siapamenurut UU adalah setiap orang yang tunduk pada perundang-undangan RI (dalamhal ini pasal 2,5,7 dan 8 KUHP) termasuk juga diri si Pelaku/Terdakwa.

Menimbang: Bahwaberdasarkan keterangan para saksi dibawah sumpah, keterangan Terdakwa diperkuatdengan alat-alat bukti lain yang diajukan oleh Oditur dalam persidangan yangsatu dengan lainnya saling bersesuaian terungkap fakta hukum sebagai berikut:

Selasa, 01 November 2011

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

Kejahatan tidak pernah memandang umur, jenis kelamin, suku dan agama. Dengan berbagaimacam tipu daya para pelakunya berusahamemperdayai korbanya, dengan iming-iming yang menggiurkan sehingga para korban seperti terhipnotis untukmengikuti keinginan rencana jahat para pelaku, yang mana para pelakuteroganisir sera rapih, disamping itu untuk memudahkan merekrut mangsanyasebagai wadahnya adalah berbadan hukum (PT, CV, yayasan dan lain-lain) baikbadan hukum legal maupun ilegal.

Fenomenaperdagangan orang di Indonesia sejak krisis yang lalu, kini disinyalir semakinmeningkat. Tidak saja terbatas untuk tujuan prostitusi atau eksploitasi seksualorang, melainkan juga meliputi bentuk-bentuk eksploitasi lain, seperti kerja paksa dan praktik menyerupai perbudakandibeberapa wilayah sektor informal, termasuk kerja domistik dan mempelaipesanan. Perdagangan orang merupakan tindakan kejahatan yang sangat merendahkanmartabat orang dan merupakan bentuk perbudakan orang dijaman modern. Olehkarena itu perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius.

Untukmendapatkan barang “dagangannya” yang akan di jual tersebut. Orang melakukancara-cara : penipuan, ancaman,paksaan atau kekerasan, yang tentunya melanggarhak-hak asasi manusia Sebagaimana dinyatakan dalam Protokol PBB untukmencegah,memberantas, dan menghukum perdagangan manusia khususnya perempuan dananak, pelengkap Konvensi PBB tentang Kejahatan Terorganisir Antar Negara yangditandatangani lebih dari 80 negara termasuk Indonesia pada bulan Desember 2000, bahwa Traffiking in persons adalah perekrutan, pengangkutan, pemindahan,penampungan atau penerimaan Seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan ataubentuk-bentuk paksaan lainnya, penculikan, pemalsuan,penipuan, penyalahgunaankekuasaan atau posisi rentan ataupun memberi atau menerima bayaran atau manfaatsehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali dari orangyang memegang kendali dari orang lain. Untuk tujuan eksploitasi, Eksploitasisetidaknya meliputi Eksploitasi lewat memprostitusikan orang lain atau bentuk –bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau praktek-praktek lain yang serupadengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ-organ tubuh.