Menurut
pasal 172 KUHAPMIL, alat bukti dalam perkara pidana bisa berupa keterangan
saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa, surat dan petunjuk. Hal-hal
yang sudah diketahui umum, tidak perlu dibuktikan lagi. Pada prinsipnya,
penggunaan alat bukti saksi dan surat dalam hukum acara pidana tidak berbeda dengan
hukum acara perdata. Baik dalam bentuk maupun kekuatannya. Namun, ada alat
bukti lain yang perlu diketahui dalam perkara pidana, diantaranya adalah:
1.
Keterangan Ahli
Keterangan
Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian
khusus tentang suatu hal yang diperlukan untuk memperjelas perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan.
Misal:
Dalam
pelaksanaan PPK telah terjadi penyalahgunaan dana oleh oknum. Fakta itu
ditemukan setelah ada pemeriksaan (audit) oleh auditor BPKP. Nah, auditor BPKP
ini dapat menjadi saksi ahli atas peristiwa yang terjadi. Keterangannya dapat
digunakan dalam proses perkara pidana. Jadi, seorang ahli itu dapat menjadi
saksi. Hanya saja, saksi ahli ini tidak mendengar, mengalami dan/atau melihat
langsung peristiwa pidana yang terjadi. Berbeda dengan ”saksi” yang memberi keterangan
tentang apa yang didengar, dialami
dan/
atau dilihatnya secara langsung terkait dengan peristiwa pidana yang terjadi. Sama
halnya dengan seorang ”saksi”, menurut hukum, seorang saksi ahli yang dipanggil
di depan pengadilan memiliki kewajiban untuk:
Menghadap/ datang ke persidangan,
setelah dipanggil dengan patut menurut hukum
Bersumpah atau mengucapkan janji sebelum
mengemukakan keterangan (dapat menolak tetapi akan dikenai ketentuan khusus)
Memberi keterangan yang benar.
Bila
seorang saksi ahli tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka dia dapat dikenai
sanksi berupa membayar segala biaya yang telah dikeluarkan dan kerugian yang
telah terjadi. Akan tetapi seorang ahli dapat tidak menghadiri persidangan jika
memiliki alasan yang sah
Menurut pasal 180 KUHAP, keterangan seorang ahli dapat saja
ditolak untuk menjernihkan duduk persoalan. Baik oleh hakim ketua sidang maupun
terdakwa/ penasehat hukum. Terhadap kondisi ini, hakim dapat memerintahkan
melakukan penelitian ulang oleh instansi semula dengan komposisi personil yang
berbeda, serta instansi lain yang memiliki kewenangan. Kekuatan keterangan ahli
ini bersifat bebas dan tidak mengikat hakim untuk menggunakannya apabila
bertentangan dengan keyakinan hakim. Dalam hal ini, hakim masih membutuhkan
alat bukti lain untuk mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya. Apakah ketentuan
ini dapat dipergunakan di dalam beracara di sidang pengadilan militer ?
2. Alat Bukti Petunjuk
Menurut pasal 177 KUHAPMIL, Petunjuk adalah perbuatan, kejadian
atau keadaan yang diduga memiliki kaitan, baik antara yang satu dengan yang
lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, yang menandakan telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk hanya dapat diperoleh dari
keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Oleh karena itu, petunjuk juga
merupakan alat bukti tidak langsung. Penilaian terhadap kekuatan pembuktian
sebuah petunjuk dari keadaan tertentu, dapat dilakukan oleh hakim secara arif dan
bijaksana, setelah melewati pemeriksaan yang cermat dan seksama berdasarkan
hati nuraninya.
Alat bukti petunjuk hanya dapat diperoleh dari:
1. keterangan saksi
2. keterangan
terdakwa dan atau
3. surat.
3. Keterangan Terdakwa/ Pelaku
Menurut pasal 194 KUHAP atau pasal 175 KUHAPMIL, yang dimaksud keterangan
terdakwa itu adalah apa yang telah dinyatakan terdakwa di muka sidang, tentang perbuatan
yang dilakukannya atau yang diketahui dan alami sendiri. Pengertian keterangan
terdakwa memiliki aspek yang lebih luas dari pengakuan, karena di dalam
keterangan terdakwa tidak selalu berisi pengakuan dari terdakwa. Keterangan
terdakwa bersifat bebas (tidak dalam tekanan) dan ia memiliki hak untuk tidak menjawab
Kekuatan alat bukti keterangan terdakwa, tergantung pada alat bukti lainnya
(keterangan terdakwa saja tidak cukup) dan hanya dapat digunakan terhadap
dirinya sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar