Selasa, 28 November 2017

KARAKTER HUKUM PEMBUKTIAN.

Sebelum mengulas lebih jauh perihal karakter hukum pembuktian, terlebih dulu perlu dijelaskan hal-hal yang fundamental terkait suatu pembuktian. Ada empat hal terkait konsep pembuktian itu sendiri: pertama, suatu bukti haruslah relevan dengan sengketa atau perkara yang sedang diproses. Artinya, bukti tersebut berkaitan dengan fakta-fakta yang menunjuk pada suatu kebenaran adanya suatu peristiwa.
              Kedua , suatu bukti haruslah dapat diterima atau admissible. Biasanya suatu bukti yang diterima dengan sendirinya relevan. Sebaliknya, suatu bukti yang tidak relevan, tidak akan dapat diterima. Namun demikian, dapat saja terjadi suatu bukti relevan, tetapi tidak dapat diterima. Misalnya adalah testimoni de auditu atau hearsay, yakni mendengar kesaksian dari orang lain. Lebih tegasnya, suatu bukti yang dapat diterima pasti relevan, namun tidak sebaliknya, suatu bukti yang relevan belum tentu dapat diterima. Dengan kata lain, primafacie dari bukti yang diterima adalah bukti yang relevan.

              Ketiga, hal yang tersebut sebagai exclusionary rules. Dalam beberapa literatur dikenal dengan istilah exclusionary discretion. Phyllis B. Gerstenfeld memberi definisi exclusionary rules sebagai prinsip hukum yang mensyaratkan tidak diakuinya bukti yang diperoleh secara melawan hukum. Tegasnya, praturan yang mensyaratkan bahwa bukti yang diperoleh secara ilegal tidak dapat diterimadi pengadilan. Terlebih dalam konteks hukum pidana, kendatipun suatu bukti relevan dan dapat diterima dari sudut pandang penuntut umum, bukti tersebut dapat dikesampingkan oleh hakim bilamana perolehan bukti tersebut dilakukan tidak sesuai dengan aturan.

              Exclusionary rules membolehkan seorang terdakwa mencegah penuntut umum mengajukan bukti di pengadilan sebagai bukti yang dapat diterima karena diperoleh secara inkonstitusional. Exclusionary rules juga dapat menolak bukti probatif yang konsekuensinya meniadakan tuntutan jaksa. Namun, biasanya setiap sistem hukum mengesampingkan bukti yang telah dipertimbangkan jika bukti tersebut tidak relevan atau tidak dipercaya.

              Keempat, dalam konteks pengadilan, setiap bukti yang relevan dan dapat diterima harus dapat dievaluasi oleh hakim. Dalam konteks yang demikian, kita memasuki kekuatan pembuktian atau bewijskracht. Di sini hakim akan menilai setiap alat bukti yang diajukan ke pengadilan, kesesuaian antara bukti yang satu dengan bukti yang lain, kemudian akan menjadikan bukti-bukti tersebut sebagai dasar pertimbangan hakim dalam mengambil putusan.  Tentang bukti yang harus dievaluasi  secara tegas oleh hakim dikatakan oleh Dennis sbb:
“ Ad the end of the contested trial the court will have to evaluate the relevant and admissible evidence is strength of the tendency of the evidence to prove the fact or fact that it was adduced to prove “

              Terkait keempat hal tentang konsep pembuktian, yaitu relevant, admissible, exclusionary rules, dan weight of the evidence, Max M. Houck menyatakan ada dua tipe bukti yang tidak dapat memperkuat suatu kasus. Pertama, jika terjadipertentangan bukti antara satu dengan yang lainyang mana bukti-bukti tersebut berasal dari sumber yang berbeda dan tidak dapat dirujuk. Kedua adalah bukti yang tidak dapat digunakan karena diperoleh secara ilegal yang disebut dengan tainted evidence (bukti yang ternodai). Termasuk dalam tainted evidence adalah derivative evidence atau bukti yang sudah tidak orisinil lagi.

              Bila dihubungkan dengan keempat konsep pembuktian, tainted evidance, demikian pula derivative evidance adalah bukti yang inadmissible atau tidak dapat diterima, meskipun bukti tersebut relevan. Konsekuensi lebih lanjut dengan menggunakan exclusionary rules, hakim dapat mengesampingkan bukti tersebut sehingga tidak mempunyai kekuatan pembuktian (weight of the evidance). Tainted evidance berkaitan erat dengan bewijsvoering, yakni cara mengumpulkan, memperoleh, dan menyampaikan bukti ke pengadilan.

              Sedangkan menurut William R. Bell, faktor-faktor yang berkaitan dengan pembuktian adalah sebagai berikut.
·                Bukti harus relevan atau berhubungan. Oleh karena itu, dalam konteks perkara pidana, ketika menyidik suatu kasus biasanya polisi mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar, seperi apa unsur-unsur kejahatan yang disangkakan? Apa kesalahan tersangkah yang harus dibuktikan? Fakta-fakta mana yang harus dbuktikan?

·                Bukti harus dapat dipercaya (reliabel). Dengan kata lain, bukti tersebut dapat diandalkan sehingga untuk memperkuat suatu bukti harus didukung oleh buki-bukti lainnya.


·                Bukti tidak boleh didasarkan pada persangkaan yang tidak semestinya. Artinya, bukti tersebut bersifat objektif dalam memberikan informasi mengenai suatu fakta.

·                Dasar pembuktian, yang maksud disini adalah pembuktian haruslah berdasarkan alat-alat bukti yang sah.



·                Berkaitan dengan cara mencari dan mengumpulkan bukti, harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan hukum.

0 komentar:

Posting Komentar