Sebelum mengulas lebih jauh perihal karakter hukum
pembuktian, terlebih dulu perlu dijelaskan hal-hal yang fundamental terkait
suatu pembuktian. Ada empat hal terkait konsep pembuktian itu sendiri: pertama, suatu bukti haruslah relevan
dengan sengketa atau perkara yang sedang diproses. Artinya, bukti tersebut
berkaitan dengan fakta-fakta yang menunjuk pada suatu kebenaran adanya suatu
peristiwa.
Kedua , suatu bukti haruslah dapat
diterima atau admissible. Biasanya
suatu bukti yang diterima dengan sendirinya relevan. Sebaliknya, suatu bukti
yang tidak relevan, tidak akan dapat diterima. Namun demikian, dapat saja terjadi
suatu bukti relevan, tetapi tidak dapat diterima. Misalnya adalah testimoni de auditu atau hearsay, yakni mendengar kesaksian dari
orang lain. Lebih tegasnya, suatu bukti yang dapat diterima pasti relevan,
namun tidak sebaliknya, suatu bukti yang relevan belum tentu dapat diterima.
Dengan kata lain, primafacie dari
bukti yang diterima adalah bukti yang relevan.
Ketiga, hal yang tersebut sebagai exclusionary rules. Dalam beberapa
literatur dikenal dengan istilah exclusionary
discretion. Phyllis B. Gerstenfeld memberi definisi exclusionary rules sebagai prinsip hukum yang mensyaratkan tidak
diakuinya bukti yang diperoleh secara melawan hukum. Tegasnya, praturan yang
mensyaratkan bahwa bukti yang diperoleh secara ilegal tidak dapat diterimadi
pengadilan. Terlebih dalam konteks hukum pidana, kendatipun suatu bukti relevan
dan dapat diterima dari sudut pandang penuntut umum, bukti tersebut dapat
dikesampingkan oleh hakim bilamana perolehan bukti tersebut dilakukan tidak
sesuai dengan aturan.
Exclusionary rules membolehkan seorang
terdakwa mencegah penuntut umum mengajukan bukti di pengadilan sebagai bukti
yang dapat diterima karena diperoleh secara inkonstitusional. Exclusionary rules juga dapat menolak
bukti probatif yang konsekuensinya meniadakan tuntutan jaksa. Namun, biasanya
setiap sistem hukum mengesampingkan bukti yang telah dipertimbangkan jika bukti
tersebut tidak relevan atau tidak dipercaya.
Keempat, dalam konteks pengadilan,
setiap bukti yang relevan dan dapat diterima harus dapat dievaluasi oleh hakim.
Dalam konteks yang demikian, kita memasuki kekuatan pembuktian atau bewijskracht. Di sini hakim akan menilai
setiap alat bukti yang diajukan ke pengadilan, kesesuaian antara bukti yang
satu dengan bukti yang lain, kemudian akan menjadikan bukti-bukti tersebut
sebagai dasar pertimbangan hakim dalam mengambil putusan. Tentang bukti yang harus dievaluasi secara tegas oleh hakim dikatakan oleh Dennis
sbb:
“ Ad the end of the contested trial the court will
have to evaluate the relevant and admissible evidence is strength of the
tendency of the evidence to prove the fact or fact that it was adduced to prove
“
Terkait
keempat hal tentang konsep pembuktian, yaitu relevant, admissible, exclusionary rules, dan weight of the evidence, Max M. Houck menyatakan ada dua tipe bukti
yang tidak dapat memperkuat suatu kasus. Pertama,
jika terjadipertentangan bukti antara satu dengan yang lainyang mana
bukti-bukti tersebut berasal dari sumber yang berbeda dan tidak dapat dirujuk. Kedua adalah bukti yang tidak dapat
digunakan karena diperoleh secara ilegal yang disebut dengan tainted evidence (bukti yang ternodai).
Termasuk dalam tainted evidence
adalah derivative evidence atau bukti
yang sudah tidak orisinil lagi.
Bila
dihubungkan dengan keempat konsep pembuktian, tainted evidance, demikian pula derivative
evidance adalah bukti yang inadmissible
atau tidak dapat diterima, meskipun bukti tersebut relevan. Konsekuensi
lebih lanjut dengan menggunakan exclusionary
rules, hakim dapat mengesampingkan bukti tersebut sehingga tidak mempunyai
kekuatan pembuktian (weight of the evidance). Tainted evidance berkaitan erat
dengan bewijsvoering, yakni cara
mengumpulkan, memperoleh, dan menyampaikan bukti ke pengadilan.
Sedangkan
menurut William R. Bell, faktor-faktor yang berkaitan dengan pembuktian adalah
sebagai berikut.
·
Bukti harus
relevan atau berhubungan. Oleh karena itu, dalam konteks perkara pidana, ketika
menyidik suatu kasus biasanya polisi mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar,
seperi apa unsur-unsur kejahatan yang disangkakan? Apa kesalahan tersangkah
yang harus dibuktikan? Fakta-fakta mana yang harus dbuktikan?
·
Bukti harus
dapat dipercaya (reliabel). Dengan kata lain, bukti tersebut dapat diandalkan
sehingga untuk memperkuat suatu bukti harus didukung oleh buki-bukti lainnya.
·
Bukti tidak
boleh didasarkan pada persangkaan yang tidak semestinya. Artinya, bukti
tersebut bersifat objektif dalam memberikan informasi mengenai suatu fakta.
·
Dasar
pembuktian, yang maksud disini adalah pembuktian haruslah berdasarkan alat-alat
bukti yang sah.
·
Berkaitan
dengan cara mencari dan mengumpulkan bukti, harus dilakukan dengan cara-cara
yang sesuai dengan hukum.
0 komentar:
Posting Komentar