Kamis, 27 Oktober 2011

RAHASIA BANK BESERTA IMPLIKASINYA DILIHAT DARI HUKUM PIDANA


Dalam era globalisasi saat ini, dimana terjadi peningkatan kegiatan yang mencakup aspek kehidupan social, ekonomi, budaya dan teknologi, kegiatan perbankan memegang peranan penting dalam menunjang pembangunan terutama kemampuannya untuk menggali sumber-sumber dana dari dalam dan luar negeri sehingga mampu untuk menjadi salah satu katalisator penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

Oleh karena itu kelancaran dan keamanan kegiatan perbankan harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari semua aparat penegak hukum. Namun tindak pidana yang terjadi di beberapa bank di Indonesia cukup memprihatikan oleh karena kerugian Negara (masyarakat) yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut sangat besar, oleh sebab itu segala usaha preventip maupun represip harus digalakan untuk menanggulangi kejahatan perbankan.

Dari pihak pengadilan diharapkan agar peradilan dapat diselenggarakan dengan cepat dan adil sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sehingga kerugian yang ditimbulkan dapat segera dipulihkan atau sekurang-kurangnya dapat diperkecil. Namun untuk dapat melaksanakan tugas peradilan yang cepat dan tepat tersebut diperlukan penguasaan pelbagai disiplin ilmu khususnya yang berkaitan dengan perkara-perkara yang dihadapinya.

Walaupun seorang hakim dapat saja memanggil saksi ahli dalam bidang tertentu, namun apabila ia sendiri telah dibekali dengan pengetahuan tersebut maka ia akan banyak membantu hakim melaksanakan tugasnya. Terlebih lagi kalau diingat bahwa tidak disemua pengadilan tersedia saksi ahli dan seandainya perlu dipanggil pula tentunya akan memerlukan waktu yang relative lama dan biaya yang besar. Hal mana tidak sesuai dengan azas peradilan yang cepat, tepat dan biaya yang murah.


Kendala Nasional Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Perbankan

Perlu kita perhatikan bahwa salah satu kendala nasional yang sering didengungkan oleh dunia perbankan dan praktisi hukum ialah bahwa hakim dirasakan belum mampu mendalami masalah yang menyangkut bank teknis sehingga kadangkala dapat mengakibatkan kesalahan dalam menginterprestasikan dan mengevaluasi barang bukti tersebut.

Masalah-masalah dalam tingkat nasional

1. Perundang-undangan yang belum sempurna

Hingga saat ini ketentuan perundangan yang
berlaku belum mengatur dengan tegas penanggulangan masalah kejahatan ekonomi, keadaan tersebut terutama disebabkan oleh:
a. Peraturan yang belum dapat mengejar dan memecahkan masalah kejahatan ekonomi yang perkembangannya demikian pesat akhir-akhir ini.

b. Disamping itu belum ada kesempatan diantara para ilmuan dan perancang undang-undang (legal drafter), serta kepolisian sebagai penyidik, jaksa dan hakim. Di satu pihak ada yang berpendapat bahwa KUHP dapat dipakai sebagai dasar penuntutan kejahatan ekonomi melalui penafsiran-penafsiran dan penerapan secara analog. Dilain pihak ada yang beranggapan bahwa ketentuan dalam KUHP tidak/belum cukup mengatur permasalahan-permasalahan kejahatan ekonomi, sedangkan penafsiran ketentuan hukum secara bebas dianggap membahayakan karena dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum. Dikalangan para ilmuan terlihat belum ada kesepakatan mengenai wadah/tempat pengaturan masalah kejahatan ekonomi.

c. Sanksi yang dikenakan terhadap kasus-kasus kejahatan ekonomi yang terjadi dirasakan tidak sesuai atau terlalu ringgan.


2. Kendala dalam bidang peradilan

a. Proses peradilan yang kurang memadai serta mahal.
Prinsif peradilan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang No. 14 tahun 1970 yaitu peradilan yang cepat, tepat, adil dan biaya murah nampaknya belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan baik. Proses peradilan yang tidak memadai serta mahal merupakan salah satu hambatan dalam penyelesaian masalah kejahatan ekonomi.

b. Kekurangmampuan peradilan untuk menginterprestasikan dan mengevaluasi barang bukti berupa dokumen. Sebab utama hal tersebut karena masih adanya kesenjangan pendapat antara para penegak hukum dalam menentukan tindak pidana yang dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan ekonomi khususnya dibidang perbankan. Disamping itu para hakim dirasakan belum mampu mendalami masalah yang menyangkut bank teknis sehingga dapat mengakibatkan kesalahan dalam menginterprestasikan dan mengevaluasi barang bukti.

3. Masalah yang muncul dalam lembaga perbankan

a. Kelemahan dalam mengamankan dan cara memproses dokumen-dokumen dan bukti-bukti lain serta penyalahgunaan wewenang. Pada umumnya kejahatan tersebut dilakukan oleh orang dalam atau bekas orang dalam. Hal tersebut disebabkan penyalahgunaan wewenang dan kelemahan dalam mengamankan dan cara memproses dokumen, berkas dan barang bukti lain terutama data computer.

b. Teknis mendeteksi kejahatan ekonomi secara dini kurang sempurna, hal ini terbukti dari banyaknya kejahatan ekonomi yang berlangsung tanpa disadari dan baru kemudian diketahui setelah timbul kerugian yang serius.


Kejahatan Perbankan Merupakan Kejahatan Ekonomi

Pelanggaran terhadap rahasia bank hanya merupakan salah satu bentuk kejahatan perbankan, sedangkan kejahatan perbankan merupakan salah satu bentuk kejahatan ekonomi. Yang menjadi permasalahan dari rahasia bank bukanlah adanya pembocoran rahasia, akan tetapi kenyataan bahwa rahasia bank itu kadangkala dijadikan tempat berlindung bagi penyelewengan administrasi dan kolusi di perbankan.

Maka sudah ada tempatnya apabila tindak pidana perbankan yang bermacam bentuknya dimasukkan dalam kategori kejahatan ekonomi. Namun para pakar hukum masih belum sependapat dalam memberikan batasan atau defenisi tentang apa yang dimaksud dengan kejahatan ekonomi, oleh karena batasan tentang kejahatan ekonomi sulit untuk dinyatakan secara tegas/jelas yang disebabkan kejahatan ekonomi berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi, ekonomi dan social suatu masyarakat sehingga setiap usaha untuk membuat batasan tentang kejahatan ekonomi sangan ditentukan oleh dimensi ruang dan waktu.

Kejahatan ekonomi pada hakekatnya menyangkut dua masalah pokok yaitu manusia sebagai pelaku dan peraturan perundang-undangan sebagai piranti yang mengaturnya. Manusia sebagai pelaku kejahatan ekonomi biasanya mempunyai kecendrungan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan segala cara. Dilain pihak peraturan perundang-undangan yang mengaturnya saat ini dalam menanggulangi kasus-kasus tertentu dirasakan sudah tidak memadai karena perkembangan teknologi yang sedemikian canggih juga diakibatkan peningkatan bentuk dan mutu kejahatan ekonomi.

Kejahatan ekonomi yang terorganisir berlangsung secara terus menerus dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan yang ada seperti kelemahan manajemen dan pengawasan, penyalahgunaan wewenang, kekurangmampuan dan kekurangtanggapan aparat penyidik, proses peradialan yang kurang memadai dan mahal serta sanksi yang dianggap tidak setimpal.


II. LATAR BELAKANG RAHASIA BANK DAN BEBERAPA PENGERTIAN

Latar Belakang

Dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan, rahasia bank diatur didalam pasal 40, 41, 41A, 42, 42A, 44A. Sedangkan mengenai sanksi pidana dan administrasi diatur dalam pasal 46, 47, 47A, 48, 49, 50, 50A, 51 dan 52.

Undang-undang ini merupakan perubahan dari Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan beberapa undang-undang lainnya yang berlaku saat itu yang dianggap sudah tidak dapat mengikuti perkembangan perekonomian nasional maupun Internasional.

Pada dasarnya setiap orang baik secara pribadi maupun sebagai usahawan tidak menginginkan keadaan mengenai pribadinya termasuk keadaan keuangannya diketahui oleh orang lain. Bagi seorang usahawan kerahasiaan ini penting artinya demi untuk menunjang kelancaran perusahaanya, oleh karena tanpa ini setiap orang atau usahawan akan dengan mudah mempelajari keuangan perusahaan yang nantinya dapat digunakan untuk mempersulit atau menjatuhkan usahanya. Keadaan ini benar-benar disadari oleh dunia perbankan sehingga bank merasa perlu untuk merahasiakan keadaan keuangan nasabahnya yang dipercayakan kepadanya.

Tindakan ini dalam dunia perbankan dikenal dengan sebutan Rahasia Bank. Terlepas dari penyelewengan-penyelewengan oleh segelintir petugas bank melindungi penyelewengannya pada rahasia bank, rahasia bank mutlak diperlukan untuk kepentingan bank itu sendiri yakni untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank, tentunya dengan batasan-batasan tertentu.


Pengertian Rahasia Bank

Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan rahasia bank adalah Segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

Kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayai uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalah gunakan. Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank.


Apa Yang Wajib Dirahasiakan

Termasuk dalam pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan oleh bank adalah:

1. Keadaan keuangan nasabah yang tercatat pada bank yang bersangkutan yakni meliputi simpanan-simpanan dalam semua pos pasiva dan dalam semua pos aktiva.

2. Segala keterangan tentang orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan dan usaha nasabah.

3. Hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menirut kelaziman dalam dunia perbankan antara lain:

a. Cara nasabah menyimpan dana atau menarik dana
b. Apakah nasabah menyimpan dana secara teratur atau tidak
c. Apakah nasabah memiliki deposito atau tidak
d. Berapa besar deposito yang disimpan
e. Berapa besar kredit yang diterima
f. Berapa besar bunga kredit yang dibebankan
g. Apakah pelunasan kredit lancar, kurang lancar atau macet
h. Pemberian pelayanan dan jasa dalam lalu lintas uang baik dalam maupun luar negeri
i. Mendiskontokan dan jual-beli surat-surat berharga
j. Berbagai hal sehubungan dengan masuk keluarnya dana dan tercatat pada bank berssangkutan.


Pengecualian

Pasal 40 menyebutkan Bank wajib merahasikan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, 41A, 42, 43, 44 dan 44A yaitu:

1. Untuk Kepentingan Perpajakan

Sehubungan dengan kepentingan perpajakan, ditetapkan:

a. Menteri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.

b. Perintah tertulis sebagaimana dimaksudkan diatas haruslah menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.

2. Untuk Kepentingan Peradilan

Sehubungan dengan kepentingan peradilan dalam perkara tindak pidana, ditetapkan:

a. Menteri keuangan dapat memberikan izin kepada Polisi, Jaksa atau Hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keuangan tersangka/terdakwa pada bank.

b. Izin tersebut diatas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung atau Ketua Mahkamah Agung.

c. Permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan:
-nama dan jabatan Polisi, Jaksa atau Hakim
-nama Tersangka/Terdakwa
-sebab-sebab keterangan diperlukan
-hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan-keterangan yang diperlukan.


3. Tukar Menukar Informasi

a. Dengan Bank Indonesia
Ketentuan-ketentuan tersebut diatas tidak mengurangi tugas dan kewajiban Bank Indonesia tentang pengawasan dan pembinaan perbankan dalam tukar-menukar informasi. Dalam hubungan dengan tugas pembinaan dan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia antara lain ditetapkan kewajiban pelaporan bank-bank kepada Bank Indonesia.

b. Dengan Bank lain
Dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberikan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.


IMPLIKASI HUKUM PIDANA RAHASIA BANK


Ketentuan Pidana dan Saksi Administrasi

Meskipun pembocoran rahasia bank mengenai keuangan seseorang disuatu bank sering dilakukan, baik melalui media masa maupun surat-surat selebaran khusus, namun sepengetahuan penulis belum ada pejabat atau pihak ketiga yang didakwa dimuka pengadilan karena melakukan tindak pidana tersebut. Diduga bahwa sipembocor rahasia bank atau sumbernya tidak diketahui dengan jelas sehingga penyidik sulit untuk melakukan penuntutan. Selain daripada itu ketentuan mengenai rahasia bank ini tanpaknya sangat membatasi siapa dan bagaimana cara pembocoran harus dilakukan. Berdasarkan undang-undang ini tindak pidana terhadap rahasia bank dapat dilakukan oleh 1. pihak ketiga dan 2. oleh pejabat bank itu sendiri.

1. Yang Dilakukan Pihak Ketiga

Pasal 47 Ayat (1)

Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal 41A dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2(dua) tahun dan paling lama 4(empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,-(sepuluh muliyar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000,-(dua ratus milyar rupiah).

2. Yang Dilakukan oleh Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank atau Pihak Terafiliasi

Pasal 47 Ayat (2)

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2(dua) tahun dan paling lama 4(empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,-(empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,-(delapan milyar rupiah).


PERMASALAHAN HUKUM

Apakah seseorang (bukan pejabat bank) yang telah mendapat informasi tentang keuangan seorang nasabah dari suatu sumber yang identitasnya tidak diketahui atau dirahasiakan dan kemudian menyebarluaskannya kepada masyarakat ramai dapat didakwa melakukan tindak pidana membocorkan rahasia bank seperti diatur dalam pasal 47 ayat (1)?


PENDAPAT

Dalam ketentuan pasal 47 ayat (1) perbuatan yang dilarang ialah dengan sengaja memaksa bank atau pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan. Maka perbuatan orang ketiga yang memperoleh informasi keuangan seorang nasabah dari suatu sumber tanpa memaksa bank atau pihak Terafiliasi tidaklah termasuk kwalifikasi pasal tersebut, dengan demikian tidak dapat dipidana.

Pihak yang dirugikan dapat saja mengajukan tuntutan pidana melalui penyidik asal saja ia dapat memberikan bukti bahwa sipelaku telah memaksa pejabat bank untuk membocorkan rahasia. Tanpa pembuktian seperti itu sulit kiranya bagi penyidik untuk menyeret sipelaku ke pengadilan.


KESIMPULAN DAN SARAN

1. Untuk menjamin kepercayaan masyarakat penyimpan uang bank, wajib merahasiakan informasi mengenai nasabah kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

2. Agar rahasia bank ini tidak disalah gunakan oleh pejabat bank untuk menyembunyikan berbagai bentuk penyelewengan, pengawasan yang lebih ketat terhadap administrasi bank perlu ditingkatkan.

Oleh: Sutrisno Setio Utomo, SH

0 komentar:

Posting Komentar